DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

21 January 2017, 13:00 WIB
Last Updated 2017-01-21T11:19:57Z
WACANA

Keterbelahan Itu Berujung Petisi

Advertisement
Sukmawati Soekarnoputri dengan sejumlah tokoh Ormas
dan Masyarakat Adat Sunda (Ist).
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Petisi menuntut pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI) semakin menguat dan meluas, pada awal tahun 2017 ini, dan gong besarnya dimulai di kota Bandung. 

Di bawah koordinasi anak Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri, puluhan Ormas/LSM, dan juga Komunitas Masyarakat Adat Sunda, menyampaikan petisi pembubaran FPI, langsung kepada Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriyawan, di Gedung Sate, Kamis 19 Januari 2017.

Berawal dari depan halaman kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Gedung Sate, Kota Bandung, aksi diisi orasi dan bentang spanduk, dan ditutup dengan penandatangan petisi tuntutan pembubaran FPI. 

"Kami meminta pemerintah, kepolisian, dan TNI membubarkan FPI," ucap Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia Fauzan saat memberikan pernyataan sikap ormas di Gedung Sate.
Aksi Ormas dan Masyarakat Sunda Tuntut FPI Bubar (Ist)
Petisi diserahkan putri mantan presiden Sukarno, Sukmawati Soekarnoputri, kepada Ahmad Heryawan, disaksikan Kapolda Jabar Inspektur Jenderal Anton Charliyan, Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal Herindra.


Gong-gong Kecil

Namun, sebelum gong besar di Bandung itu, ada sejumlah gong kecil ditabuh sebelumnya yang juga menuntut pembubaran FPI. 

Di kota Malang, gong itu ditabuh Forum Penegak dan Penyelamat Pancasila (F-PPP) lewat aksinya di depan gedung DPRD Kota Malang, Jumat (13/1) menuntut agar FPI dibubarkan. Selain menuntut pembubaran FPI, juga menuntut agar pelaku penistaan Pancasila dihukum, dan menyatakan NKRI sebagai harga mati.

Petisi tersebut selain disampaikan kepada DPRD setempat juga dikirimkan ke DPR RI.

Sebelum itu, gong juga ditabuh oleh sedikitnya 17 Ormas di Sulawesi Utara (Sulut) yang melakukan aksi mendesak pemerintah untuk segera membubarkan FPI, di Lapangan KONI Sari Manado, Kamis 17 November 2016.
Belasan Ormas di Sulut Tuntut Pembubaran FPI (Ist)
Ke-17 ormas itu yakni Laskar Adat Manguni Indonesia, KBN Minut, M3, Garda Manguni, Brigade Waraney Malesung, Milisi Waraney, Mapatu, Aliansi Pendeta Indonesia, Manguni Esa, Laskar Kabasaran Sulut, Makatana Minahasa, LPM, Manguni Muda, DBN, Pemuda Pancasila, dan Pinaesaan Toutemboan.

Para Ormas ini menyatakan sikap menolak FPI karena dianggap sebagai ormas radikal. Mereka menilai, keberadaan FPI bisa mengancam persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bersamaan ditabuhnya gong besar di Bandung, pada hari yang sama sejumlah Ormas Islam di Nusa Tenggara Barat (NTB), yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan mendesak Polda NTB untuk mengusut tuntas kasus dugaan penghinaan lambang negara, Pancasila, oleh Habib Rizieq Shihab.

"Kami minta kepada Kapolda NTB untuk meneruskan tuntutan kami ini (menghukum penista Pancasila), langsung ke Kapolri," kata salah seorang perwakilan massa aksi dari Aliansi Kebangsaan, Abdu Majid dalam orasinya di depan Mapolda NTB.

Selain itu, massa aksi juga menuntut pembubaran Ormas Front Pembela Islam (FPI) karena watak organisasi itu dinilai intoleran.

Begitu juga dengan permintaan untuk tidak mengeluarkan izin pelaksanaan Tabligh Akbar FPI yang akan menghadirkan Habib Rizieq, yang rencananya akan digelar pada 29 Januari 2017 di wilayah Kabupaten Lombok Tengah.

"Kami mengkhawatirkan adanya pidato Rizieq Syihab yang cenderung provokatif ini akan mengundang keberingasan massa, apalagi rencana dakwahnya berdekatan dengan pelaksanaan hari raya agama lain, (Imlek)," kata wakil dari Aliansi Kebangsaan Irfan Suryadiata.

Bahkan menurut informasinya, lanjut Irfan, akan ada sejumlah jamaah pengikut FPI yang sengaja didatangkan dari luar daerah turut hadir dalam pelaksanaan Tabligh Akbar tersebut.

Ormas Islam yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan ini berasal dari Nahdlatul Wathan Perwakilan Hj Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid, Nahdlatul Ulama di NTB dan Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI).

Organisasi Kemahasiswaan

Bersamaan dengan aksi di Bandung yang dilakukan Ormas dan LSM, gerakan petisi bubarkan FPI rupanya juga menyentuh kalangan mahasiswa, baik di Jakarta maupun di daerah.

Di Jakarta, Sekretaris Jenderal Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Abdul Haris Walli mendorong pemerintah membubarkan organisasi kemasyarakatan yang intoleran, salah satunya Front Pembela Islam (FPI). 
Aksi Mahasiswa di Kendari Tuntut Pembubaran FPI. (Ist)
“Kami minta (ormas intoleran) dibubarkan. Tidak hanya FPI, tapi semua organisasi yang tingkah lakunya bertentangan dengan nilai Pancasila,” ucap Haris di Jakarta, Kamis, (19/1).. 

Haris dengan tegas menolak cara-cara keras dan intoleran. Islam, katanya, selalu menyampaikan kedamaian. Menurutny, usul pembubaran FPI tidak hanya datang dari PMII, tapi juga dari organisasi mahasiswa berbasis keagamaan lain. 

Salah satu organisasi kemahasiswaan yang menuntut pembubaran FPI datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Jika tuntutan demikian datang dari Perhimpunan (PMKRI), hal itu tentu bisa dimaklum. 

Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Angelo Wake Kako, mengatakan sepakat organisasi-organisasi intoleran yang bertentangan dengan Pancasila dibubarkan.

Selain itu, pihaknya meminta pemerintah melalui kepolisian menindak tegas para pelaku tindakan intoleran yang mengganggu kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut dia, pencoretan bendera Merah Putih dengan tulisan Arab yang diduga dilakukan FPI dinilainya sudah melewati batas. 

“Ini menjadi ancaman untuk kehidupan berbangsa ke depan.” 

Masih pada hari yang sama, gabungan mahasiswa di Kota Kendari menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Bergerak dari perempatan eks MTQ menuju Kantor DPRD Sultra mahasiswa membawa sejumlah spanduk, dan salah satunya bertuliskan "Tangkap Habib Rizieq dan Bubarkan FPI".

Aksi gabungan mahasiswa  tersebut terdiri dari Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) UHO, KBM Unsultra, KBM Mandala Waluya, dan Himpunan Mahasiswa Papua. Mereka mendesak DPRD Sultra untuk menindaklanjuti aspirasi mereka membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) yang mencoba mengintervensi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Koordinator Aksi Hasdin Kare, dalam orasinya menyatakan, mereka menuntut pembubaran ormas-ormas yang ingin memecah belah persatuan dan keutuhan NKRI.

“Tuntutan kami adalah bubarkan FPI atau ormas apapun yang coba memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia,” tegas Hasdin.


Masyarakat Adat

Esoknya, tuntutan serupa datang dari ratusan masyarakat Dayak Kalimantan Tengah yang tergabung dalam Forum Masyarakat Adat Dayak Kalteng (Formad KT) lewat unjuk rasa di Bundaran Besar Palangkaraya, Kalteng, Jumat (20/1).

Massa aksi turun ke jalan menggunakan pakaian adat lengkap dengan lawung atau ikat kepala dan senjata khas dayak berupa mandau dan tombak, bundaran besar Palangkaraya yang merupakan kawasan padat lalu lintas. 
Masyarakat Kalimantan Tengah Tuntut Bubarkan FPI (Ist)
Aksi yang juga didukung puluhan ormas dan LSM itu, selain melakukan orasi juga membentangkan beberapa spanduk sebagai atribut aksi, di antaranya bertuliskan "Pemerintah Bubarkan FPI", serta "Bubarkan FPI. Kami menolak FPI di Bumi Tambun Bungai, NKRI dan Pancasila Harga Mati".

Ketua Formad KT, Bachtiar Effendi, dalam orasinya menyatakan, masyarakat Dayak Kalteng menolak paham radikalisme di Indonesia, khususnya di Kalteng.

Keterbelahan

Tuntutan pembubaran FPI sebenarnya sudah lama bergema, namun tuntutan itu mencapai puncaknya pada awal tahun 2017 ini. 

Hal ini tidak terlepas dari aksi "Bela Islam" 411 dan 212 yang sangat spektakuler. 
Aksi 212 (Antara)
Meski aksi tersebut disulut oleh tuduhan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang melakukan penistaan terhadap Al Quran dan juga dinilai menghina Ulama, dan oleh kubu (Gerakan nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), FPI dan kelompok lainya, aksi itu murni sebagai tuntutan Umat Islam, namun argumentasi itu semakin hari, semakin goyah.

Meski aksi itu berjalan damai, dan membuat siapa saja kagum dan memberikan apresiasi tinggi, namun tetap terasa ada keterbelahan yang dihadirkan oleh aksi 411 dan 212 tersebut.

Dan hal ini sangat dirasakan oleh kelompok nasionalis. 

Dan oleh karena rasa keterbelahan itu begitu terasa, sehingga kelompok nasionalis melakukan tuntut, petisi, dan sejenisnya agar FPI dan Ormas dan sejenisnya yang dinilai berwatak intoleran, agar dibubarkan.
Aksi 212 (Foto: Okezone)
Semua karena keterbelahan itu. Dan keterbelahan itu, begitu terasa.

Dan akhirnya, keterbelahan itu berujung petisi.

.tn