24 January 2017, 19:55 WIB
Last Updated 2017-01-24T13:22:22Z
POLISI

Polisi Tembak Pembunuh Bayaran, Sang Dalang Bisa Lolos Jerat Hukum

Advertisement
Almarhum tersangka Rawi yang ditembak mati polisi. (Ist)
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Banyak pihak menyesalkan dan sekaligus mempertanyakan tindakan polisi menembak dua tersangka pembunuhan atas diri pengusaha air soft gun, Indra Gunawan alias Kuna, di Medan. 

Penembakan tersebut selain tidak memiliki alasan hukum, tetapi juga dapat berakibat lolosnya dalang pembunuhan mengingat dua tersangka yang ditembak mati adalah pembunuh bayaran.

Demikian dikatakan Ketua Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa) Sumut, Muslim Muis, dan Koordinator Nasional Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput (ANCaR), Fatahillah Rizqi, ketika keduanya dihubungi secara terpisah.

"Jika polisi menembak mati pelaku kejahatan sama dengan tidak profesional. Kecuali dia (pelaku) sudah membahayakan nyawa si polisi dengan cara melawan dan menggunakan senjata yang seimbang," kata Muslim seperti dikutip Berita Sore, Selasa, 24 Jauari 2017.

Dia mengatakan, publik perlu tahu, apa pertimbangan polisi saat itu sehingga tersangka Rawi, harus ditembak mati. Apalagi menurut informasi yang berkembang di media, pelaku sudah lebih dulu dalam pengamanan polisi. 

"Harusnya pelaku kejahatan yang sudah diamankan polisi, nyawanya akan selamat, “ tegas Muslim.


Over Macht

Seperti diberitakan MEJA HIJAU, petugas Polda Sumut, Minggu (22/1) menangkap delapan tersangka atas pembunuhan Indra Gunawan atau Kanu yang dieksekusi di depan tokonya di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kesawan, Medan, Rabu (18/1).

Tersangka Rawindra alias Rawi (40) warga Jalan Waru Medan, adalah pelaku perencana yang berperan mencari eksekutor dalam rencana pembunuhan atas Kanu. Pelaku ditembak petugas dan tewas, yang menurut petugas terpaksa ditembak karena melakukan perlawanan saat hendak ditangkap.

Putra (33) adalah pelaku eksekutor yang melepaskan tembakan ke arah Kanu. Putra juga ditembak petugas, dan lagi-lagi petugas beralasan tersangka terpaksa ditembak karena melawan petugas.

Pelaku Jo Hendal alias Zendal (41) warga Jl Sukaraja Batubara, ditembak pada bagian kakinya, dia berperan sebagai joki sepeda motor, yang membonceng Putra sesaat setelah Putra mengeksekusi Kanu. 

Chandra alias Ayen (38) warga Jalan Tulang Bawang, Medan Petisah dan John Marwan Lubis alias Ucok (62), warga Jl Sei Deli Medan, keduanya berperan menyimpan senjata api yang digunakan untuk mengeksekusi Kuna.

Tersangka lainya yang juga ditangkap petugas adalah M Muslim (31), warga Jalan Sampali, Kelurahan Pandau Hulu, Kecamatan Medan, dan Wahyudi alias Culun (33) warga Jl Karya Jaya, Gg Karya Ikhlas, Kecamatan Medan Johor.  

Muslim dan Culun adalah dua pelaku yang pernah melakukan percobaan pembunuhan atas diri korban pada 5 April 2014 yang lalu, namun gagal.

Dan terakhir adalah tersangka SJ, yang diduga kuat adalah otak pelaku atas pembunuhan Kanu.SJ selain seorang pengusaha batubara di Jambi, juga dikenal seorang pemuka agama Hindu di Sumatera Utara.

"Saya bukannya membela penjahat, tapi penjahat itu juga manusia yang perlu dibina agar kembali ke jalan yang benar,” ujar Muslim, sambil mengingatkan tembak di tempat terhadap pelaku kejahatan jangan sampai menyalahi prosedur atau melanggar hukum.

Menembak mati seseorang terduga pelaku tindak pidana, kata Muslim, dapat dibenarkan apabila dalam keadaan terpaksa atau over macht. Pembelaan terpaksa tersebut harus sesuai Pasal 49 KUHP, yaitu pembelaan terpaksa tersebut dilakukan untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormataan kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

Teknis prosedur pembelaan terpaksa yang dilakukan polisi dalam menjalankan tugas penangkapan diatur lebih lanjut dalam Standar Prosedur Operasi (SOP) Kepolisian, yang tentunya SOP tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia.

Lebih lanjut, kata Muslim Musi, apabila pihak keluarga merasa penembakan hingga mati tersebut sewenang-wenang, maka dapat menempuh upaya hukum praperadilan. Di samping itu, pihak keluarga juga dapat mengajukan upaya hukum berupa pelaporan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Divpropam Polri). 

“Saya percaya tidak semua sependapat dengan sikap kepolisian yang memilih menembak mati pelaku kejahatan,” katanya.


Dalang Bisa Lolos

Sementara Koordinator Nasional (Kornas) ANCaR, Fatahillah Rizqi mengatakan, akibat dari meninggalnya tersangka Rawi dan Putra, maka otak pelaku SJ, bisa lolos dari jerat hukum.

"Rawi adalah perencana dari pembunuhan tersebut. Dia adalah mata rantai yang langsung mengarah kepada sang dalang, jika Rawi tewas, lalu dengan apa menjerat sang dalang," kata Fatahillah dalam nada bertanya.

Putra yang ditembak adalah eksekutor, mungkin tahu siapa yang menjadi dalang pembunuhan, tetapi bisa saja dia tidak mengetahui motif pembunuhan dan siapa yang menginginkan Kanu mati.

"Apalagi tersangka lainya, yang peranya sekedar pelaku perbantuan, bukan pelaku yang melakukan, belum tentu mereka tahu siapa yang menjadi aktor intelektual di balik tewasnya Kanu. Dan kalaupun para tersangka ini mencoba menarik sang dalang ke Jalan Ahmad Yani (TKP Pembunuhan), sang dalang bisa saja menyangkal," kata Fatahillah.

Sementara pihak kepolisian mengatakan motif pembunuhan atas diri Kanu karena ada dendam pribadi SJ kepada Kanu.

"Tersangka SJ merasa sakit hati kepada korban. Ini adalah upaya pembunuhan yang kedua, yang pertama terjadi pada tahun 2014, tetapi gagal," Kata Kapolda Sumut, Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel kepada wartawan di Mapolda Sumut, Minggu (22/1).

Fatahillah bertanya, sebenarnya seperti apa posisi polisi ketika itu sehingga kedua tersangka ditembak mati. Apakah memang dalam keadaan terancam keselamatanya, atau bagaimana?

"Hal ini harus dijelaskan, sebab jika tidak, masyarakat akan berpikir, penembakan kedua tersangka, bisa saja diminta pihak keluarga korban untuk melampiaskan dendam atas meninggalnya Kanu, tetapi juga bukan tidak mungkin diorder sang dalang, untuk menghilangkan kesaksian," analisis Fatahillah.

Polisi harus menjelaskan ini, sebab prasangka di masyarakat sudah macam-macam, katanya.


viq