Advertisement
KH Ma'ruf Amin |
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Seorang terdakwa boleh saja berbohong demi kepentingan hukumnya, namun keterangan yang diberikanya itu hanya mengenai dirinya sendiri. Berbeda dengan saksi, keterangan yang diberikanya mengenai pihak lain, sehingga harus benar, wajib bagi saksi bicara jujur.
Demikian disampaikan Koordinator Nasional ANCaR (Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput), Fatahillah Rizqi, terkait tuduhan terdakwa penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas keterangan yang diberikan Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin dalam persidangan di gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa 31 Januari 2017.
"Karenanya saksi disumpah, sebelum memberikan keterangan, karena keteranganya sangat menentukan arah kasus yang diperiksa," kata Fatahillah.
Saksi, menurut Fatahillah, adalah orang yang menghadirkan kembali sebuah peristiwa pidana ke hadapan hukum melalui keterangan yang diberikanya baik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dakwaan, maupun ke muka persidangan, berdasarkan pengetahuan yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri.
Saksi menurut Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
"Jadi, warga NU jangan terus marah tidak ada juntrunganya, dong, harus disimak dan dianalisis dulu, apakah keterangan pak Ma'ruf itu, kira-kira, jujur atau bohong. Dia bohong atau jujur, itu dulu. Karena apa yang dikatakanya berdampak hukum terhadap Ahok," kata Fatahillah ketika dihubungi MEJA HIJAU per telepon, Kamis 2 Februari 2017.
Apalagi mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kata Fatahillah, juga sudah mengakui ada komunikasi antara dirinya dengan Ma'ruf Amin, pada tanggal 7 Oktober 2017, sehingga pertemuan antara Ma'ruf bersama jajaran petinggi NU dengan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubenur DKI Jakarta nomor 1, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dapat terjadi di Gedung NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, 8 Oktober 2016.
"Tapi kan pak Ma'ruf mengatakan, tidak ada komunikasi antara dirinya dengan SBY. Jadi, ini kan jelas, pak Ma'ruf bohong. Dan kalau bohong menurut ketentuan bisa dipidana. Tapi ini kan, tidak, malah Ahok yang minta maaf. Ini kan berbahaya, kalau kyai boleh bohong di muka persidangan, kalau orang awam dipidana. Wah, bisa kiamat dunia peradilan kita. Ini saudara-saudara saya di NU, sadar, gak, sih," keluh Fatahillah berapi-api.
Boleh jadi, lanjut Fatahillah, SBY mengatakan hanya menitipkan anaknya Agus Harimurti kepada Maruf yang sesepuh NU, dan tidak ada permintaan pihaknya agar MUI mengeluarkan Fatwa terkait ucapan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
"Sah saja dia (SBY) omong gitu. Tapi omonganya itu kan tidak bisa menutup pintu kecurigaan umat yang menganga besar, kemungkinan dia bohong. Apa dia bisa tahan kecurigaan rakyat dan umat, apalagi kronologisnya begitu runut," kata Fatahillah dalam nada bertanya.
Saya pikir, kata Fatahillah, begitu Fatwa MUI tersebut sudah dibawa ke ranah hukum, dan kasusnya masuk ke persidangan, maka semuanya harus tunduk dengan logika UU dan peraturan yang berlaku positip.
"Dari awal saya berharap hal ini (penodaan agama oleh Ahok) diselesaikan dengan ahlak dan logika Islam, semangat keilmuan, arif dan bijaksana, bukan oleh logika UU. Tapi semua sudah terjadi, nasi sudah jadi bubur, jadi warga NU tidak perlu tersinggung kalau KH Ma'ruf Amin yang Ketua Rais Aam NU itu, dipanggil sebagai 'saudara Saksi', memang itu adalah standing hukum buat pak Ma'ruf, seorang saksi. Seorang saksi, apakah dia kyai, presiden, cucu wali, keturunan nabi, standing hukumnya dalam logika peradilan adalah sama sebagai saksi, dan adalah etis jika dipanggl sebagai 'saudara saksi'," tegas Fatahillah.
Persidangan Ahok ke depan, menurut Fatahillah, hanya akan menjadi panggung tontonan atas pembongkaran konspirasi politik dalam pengeluaran Fatwa MUI tanggal 11 Oktober 2016, yang meminta aparat hukum menegakan hukum atas penista agama (Ahok).
"Saya berharap umat Islam lebih tenang dan tidak mudah terprovokasi mengikuti persidangan Ahok ke depan, karena jika tidak, akan terpampang juga karakter keagamaan kita yang mau menang-menangan sendiri, mentang-mentang mayoritas," imbau Fatahillah.
Kasus sudah kita dorong ke meja hijau, maka kita dituntut menjadi warga yang taat dan hormat kepada hukum," harap Fatahillah
.viq