Advertisement
Hakim I Wayan Karya |
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Ada asap tanda ada api, ada putusan janggal tanda adanya suap.
Demikian dikatakan Koordinator Nasional ANCaR (Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput, Fatahillah Rizqi, menanggapi putusan PN Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selaku Termohon.
Seperti diketahui, hakim tunggal, I Wayan Karya mengabulkan permohonan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, dalam status hukumnya selaku tersangka dalam dugaan kasus korupsi, keberatan atas pengambilalihan penangana kasusnya oleh KPK dari Kejaksaan Negeri Nganjuk.
"Penyidikan yang dilakukan Termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan Pemohon (Taufiqurahman) harus dihentikan," kata Hakim Wayan saat membacakan putusan, di PN Jakarta Selatan, Senin 6 Februari 2017.
Putusan tersebut dbuat Wayan dengan pertimbangan hukum SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Kejaksaan Agung-Polri-KPK, yang pada Pasal 8 pada intinya menyatakan bahwa, apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal.
Dan perkara korupsi Taufiq, awalnya memang ditangani Kejaksaan Negeri Nganjuk, namun karena tidak ada progres, dan status Taufiq tetap sebagai saksi, maka kemudian diambil alih KPK, dan KPK pun menetapkan Taufiq sebagai tersangka pada 5 Desember 2016.
Terima Suap
Fatahillah menilai putusan tersebut janggal, karena selain bahan pertimbangan hukumnya, yakni SKB Kejaksaan Agung-Polri-KPK, sudah lewat waktu atau daluarsa, juga apakah secara hukum ada yang salah jika sebuah kasus korupsi ditangani KPK atau kejaksaan. Apa kepentingan hakim disitu?
"Apa kepentingan dia (I Wayan Karya)? Korupsi diperiksa KPK, keq, ditangani kejaksaan, keq? Dan dia tahu, KPK adalah lembaga yang dibentuk secara khusus untuk menangani korupsi. Jelas, putusan yang dibuatnya hanyalah untuk melayani kepentingan hukum Taufiqurahman," tegas Fatahillah, saat dihubungi per telepon, Selasa, (7/2).
Jika Wayan menggunakan SKB tersebut, lanjut Fatahillah, tentu Pasal 30 dia baca, disitu secara jelas dinyatakan bahwa masa berlaku SKB tersebut adalah empat tahun. Dan karena SKB ditandatangani dan berlaku pada 29 Maret 2012, maka pada tanggall 30 Maret 2016, SKB tersebut jelas sudah tidak berlaku, terang Fatahillah.
"Dia tidak boleh berlagak bodoh, bilang tidak baca pasal 30 tersebut. Dan juga, apa kepentingan Wayan, apakah kasus Taufiq mau diperiksa KPK atau kejaksaan? Apa kepentingan dia, sebagai hakim? tanya Fatahillah.
Menurut Fatahillah, Wayan hampir pasti menerima sesuatu dari Taufiq atas putusan yang dibuatnya.
"Hampir pasti dia menerima sesuatu, terima suap. Wayan sebagai hakim tidak lagi perduli atas integritasnya, bahkan dia tidak mau tahu dengan logika penegakan hukum. Yang penting, uang, uang, uang," tegas Fatahillah geram.
"Dia enak-enakan terima uang, tapi dia rusak sistim penegakan hukum kita, dia rusak kepercayaan kita kepada hukum. Dia tidak peduli apapun, kecuali 'perutnya', dia pikir, toh, nanti KPK ajukan kasasi, dan dengan seenaknya dia menyerahkan putusan sesat dan haram yang dibuatnya kepada Mahkamah Agung. itu namanya, keterlaluan," tandas Fatahillah.
Fatahillah pun meminta agar Komisi Yudisial segera memanggil dan memeriksa mantan Ketua PN Manado tersebut.
"Bila perlu pemeriksaan dilakukan secara terbuka, biar publik tahu logika apa yang digunakan Wayan dalam memutus perkara tersebut. Logika hukum atau logika uang," cetus Fatahillah.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Taufiq sebagai tersangka karena diduga melakukan atau turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan di lima proyek, yakni proyek pembangunan Jembatan Kedungingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, dan proyek perbaikan Jalan Sukomoro sampai Kecubung.
Selain itu, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Mblora di Kabupaten Nganjuk.
Taufiq yang merupakan Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018, diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Mengenai sumber gratifikasi, penyidik KPK telah menemukan sejumlah pemberi yang diduga memiliki kepentingan dengan jabatan Taufiq sebagai Bupati Nganjuk.
.ndri