Advertisement
Banjar, Mejahijau.Net — Di balik megahnya bangunan Rumah Sakit Asih Husada Kota Banjar, tersimpan kisah pilu seorang rakyat kecil bernama Pak Adong. Ia adalah putra dari almarhum Pak Gunawan yang selama bertahun-tahun memperjuangkan hak atas tanah milik keluarganya yang kini berdiri rumah sakit tersebut. Sayangnya, perjuangan panjang itu belum juga membuahkan keadilan.
Meski telah menempuh berbagai upaya damai dan menghadiri mediasi yang difasilitasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pemerintah Kota Banjar terkesan mengabaikan seruan keadilan ini. Bahkan, undangan mediasi resmi dari BPN telah tiga kali dilayangkan, namun Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Banjar tak pernah hadir.
“Sudah bertahun-tahun kami mengetuk pintu keadilan. Tapi yang kami terima hanya diam dan bungkam,” ujar Dani Danial Mukhlis, S.Pd.I selaku penanggung jawab peserta audien dari Aliansi Rakyat Menggugat (ALARM), yang hari ini menyuarakan tuntutannya di depan gedung pemerintahan Kota Banjar.
ALARM menuntut agar Pemerintah Kota Banjar menunjukkan bukti otentik jika benar ada hibah dari almarhum Gunawan. Jika tidak, maka kepemilikan lahan oleh Rumah Sakit Asih Husada patut dipertanyakan secara hukum. "Tanah itu bukan milik pejabat, bukan milik korporasi. Itu hak rakyat!" tegas Dani.
Dalam orasinya, massa menyuarakan Tri Tura (Tiga Tuntutan Rakyat): kehadiran DPKAD dalam mediasi, pembuktian legalitas kepemilikan lahan, dan sikap politik dari Wali Kota Banjar untuk membela kebenaran, bukan kekuasaan.
Jika tak ada penyelesaian adil, ALARM berencana membawa perkara ini ke tingkat nasional. “Kami siap menyurati Presiden RI demi mencari keadilan,” tegas Dani.
Aksi ini dilakukan secara damai. “Kami datang bukan untuk membuat gaduh, tapi untuk menuntut hak yang telah lama dicuri,” tutupnya. Pesan mereka jelas: tanah untuk rakyat, bukan untuk dirampas. (Tito)