DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

20 February 2017, 03:08 WIB
Last Updated 2017-02-19T20:08:50Z
AKTIVIS

Munir Trus Menunggu, Trus Dibungkam

Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tentang Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir Said Thalib yang janggal. 

KontraS dan LBH Jakarta menilai Putusan perkara gugatan No. 3/G/KI/2016/PTUN-JKT yang diputuskan PTUN Jakarta adalah sebagai bentuk legalisasi tindakan kriminal oleh negara, demikian siaran  pers bersama KontraS dan LBH Jakarta, Minggu 19 Februari 2017.

"LBH Jakarta bersama dengan KontraS akan mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung guna melawan legalisasi tindakan kriminal negara yang telah dengan sengaja menutupi atau menyembunyikan Laporan TPF Munir," demikian pernyataan bersama itu.

LBH Jakarta dan KontraS juga menilai pemeriksaan perkara keberatan yang diajukan Kemensetneg atas Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 025/IV/KIP-PS-A/2016, adalah janggal karena dilakukan secara tertutup, padahal menurut Pasal 8 Ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, membebankan kewajiban agar pemeriksaan keberatan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 025/IV/KIP-PS-A/2016 memerintahkan pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, agar membuka informasi tentang hasil-hasil investigasi kasus kematian Munir yang telah diserahkan Tim Pencari Fakta Munir (TPF Munir) kepada pemerintah beberapa waktu lalu. Atas putusan KIP tersebut Kemensetneg mengajukan keberatan ke PTUN.

"Terdapat kejanggalan pada proses pemeriksaan permohonan di PTUN, di mana pemeriksaan dilangsungkan secara tertutup."

LBH Jakarta dan KontraS mengatakan, sejatinya drama saling lempar tanggung jawab antar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden SBY telah berakhir pada tanggal 26 Oktober 2016 silam, ketika residen
SBY telah menyerahkan salinan Laporan Hasil Penyelidikan Tim Pencara Fakta (TPF) Kasus Meninggalnya Munir pada Kemensetneg.

Dengan demikian, jika pemerintah Indonesia mempunyai itikad baik untuk mengungkapkan kebenaran, maka dokumen tersebut sudah dapat diungkapkan kepada publik sejak Kemensetneg menerima salinan laporan dari SBY, dan tidak mengulur-ulur perkara dengan mengajukan permohonan keberatan terhadap putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) pada PTUN.


Bertentangan dengan Fakta

Sementara itu istri Almarhum Munir, Suciwati, meminta Komisi Yudisial (KY) agar memeriksa majelis hakim PTUN Jakarta yang memeriksa perkara keberatan yang diajukan Kemensetneg atas Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 025/IV/KIP-PS-A/2016, tentang TPF Munir.

Suciwati menilai KY perlu turun tangan memeriksa putusan majelis hakim yang dinilainya janggal, karena hakim menerima alasan keberatan Kemensetneg, dan hal itu pula yang menjadi pertimbangan majelis dalam mengeluarkan putusanya, yang mengatakan dokumen yang dimaksud (Laporan TPF Munir) tidak ada pada Pemohon (Kemensetneg).

"Itu bertentangan dengan fakta-fakta yang ada," tegas Suciwati, di Jakarta, Minggu (19/2).

"Dokumen-dokumen tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir telah diserahkan. Secara resmi penyerahan dokumen dilakukan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Dan salinan dokumen juga diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober 2016," kata  Suciwati. 


.tn