Advertisement
MEJAHIAJU.NET, Jakarta - Laporan Antasari Azhar kepada pihak kepolisian atas rekayasa kasus pembunuhan yang pernah menjeratnya, dan permohonan grasi atas pidana yang diterimanya atas pembunuhan tersebut, menimbulkan kontradiski hukum.
Di satu sisi mengatakan pembunuhan yang dituduhkan kepadaya adalah buah kriminalisasi, tetapi di sisi lain memohon grasi kepada presiden dan dikabulkan, dan itu berarti mengakui putusan hakim yang diterimanya.
"Kalau orang memohon grasi, itu artinya, kan orang tersebut mengakui erbuatan yang dilakukan, dan meminta pengampunan," ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis 16 Februari 2017.
Terkait laporan Antasari, menurut Boy, laporan tersebut berkaitan dengan kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap, dan juga sudah diakui olehnya sendiri, dengan diajukan dan diterimanya grasi atas kasus tersebut.
Meski demikian, pihak kepolisian, dalam hal ini Bareskrim Mabes Polri, saat ini tengah mengumpulkan fakta-fakta. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah, apakah fakta-fakta yang akan dikumpulkan itu berkait kepada kasus pembunuhan yang sudah berjalan di pengadilan dan sudah selesai, ataukah kasus yang berdiri sendiri, kata Boy.
Antasari melaporkan kasus kriminalisasi kasus pembunuhan atas diri Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasaruddin Zulkarnaen, denga menggunakan Pasal 318 KUHP jo Pasal 417 KUHP jo Pasal 55 KUHP.
Pasal 318 berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 417 berbunyi:
Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus- menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan. merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasai nya karena jabatannya, atau memhiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau memhikin tak dapat di pakai barang- barang itu, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Dalam jumpa pers di Mabes Polri, Selasa (14/2), Antasari menyatakan bahwa dirinya adalah korban kriminalisasi rezim berkuasa saat itu, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
.me