Advertisement
Pertemuan antara GNPF MUI dengan Presiden di Istana Negara, pada hari raya Idul Fitri, Minggu, (25/6). (Foto: Ist) |
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Pasca-pertemuan antara petinggi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), merebak berbagai isu, bantahan dan juga analisa.
Bantahan datang dari pihak GNPF MUI sendiri. Ketua GNPF MUI, Bachtiar Nasir, membantah bahwa pertemuan antara GNPF MUI adalah permintaan pihaknya kepada pihak Istana.
"Pertemuan kami dengan Presiden dikesankan ada kata dari GNPF MUI yang meminta ketemu. Yang benar bukan meminta, tetapi kami menggagas terjadinya dialog antara GNPF MUI dengan Presiden. Kata itu yang perlu kami garis bawahi," kata Bachtiar dalam konperensi pers di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa, 27 Juni 2017.
Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, pada hari raya Idul Fitri, Minggu (25/6), jelas Bachtiar, Presiden menyayangkan tidak adanya pertemuan antara Presiden dengan GNPF MUI pasca-aksi 414, sehingga aksi berlanjut ke aksi 212.
"Presiden menyangkan tidak terjadi dialog pasca-aksi 414. Hal itu dikatakan Presiden hingga tiga kali," jelas Bachtiar.
Sementara itu pihak Istana menyatakan, permintaan bertemu datang dari pihak GNPF MUI, dan kebetulan pada hari raya, Istana melakukan open house.
"Pas sedang open house, Presiden mempersilahkan, siapa saja dapat bertemu dengan Presiden," kata Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Terima Rp1 Triliun
Konperensi pers GNF MUI di AQL Islamic Center ebet, Jakarta Selatan, Selasa, (27/6). |
Sementara itu isu pun merebak, ada yang menyebut para petinggi GNPF MUI telah menerima uang masing-masing sebesar Rp1 triliun. Dalam pertemuan itu, GNPF MUI diwakili tujuh orang yakni, Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera, Yusuf Marta, Muhammad Lufti Hakim, Zaitun Rasmin, Habib Muchsin, dan Deni.
Sedangkan dari kubu Istana, Jokowi didampingi Menko Polhukam Wiranto, Menteri Sekretaris Negara, Pratikon dan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin.
Bachtiar Nasir, langsung membantah isu tersebut, dan menyebutnya sebagai: hoax.
"Sama sekali saya tidak terima. Ustaz Zaitun dari ormas ulama Islam tidak terima. FPI tidak terima. Muhammadiyah tidak terima. Semuanya tidak terima itu," ujar Bachtiar.
Dia juga menepis tudingan yang menyebutkan bahwa pertemuan itu dilakukan untuk membicarakan penyelesaian kasus pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
"Tidak ada itu (bicara kasus Habib Rizieq). Tapi kami konsisten mengawal dan membela kasus-kasus yang menimpa ulama dan aktivis," tegasnya.
Bachtiar mengatakan, pihaknya tidak meminta Presiden menghentikan kasus hukum Rizieq maupun membicarakan kasus tersebut.
Membuka Dialog
Menyikapi pertemuan antara GNPF MUI dengan Presiden, pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyambut baik pertemuan tersebut, sebagai langkah awal untuk membangun dialog antara Umat Islam dengan Presiden.
Menurutnya, upaya membangun dialog perlu dilakukan, agar rekonsiliasi antara umat Islam dan pemerintah dapat dibangun kembali. Karena upaya tersebut juga sesuai dengan anjuran dan prinsip agama Islam seperti musyawarah, amar ma'ruf nahi munkar, dan rahmatan lil'alamin.
"Umat Islam harus husnudzon, berprasangka baik dalam melihat suatu proses, apalagi dalam pertemuan kemarin ada itikad baik dari kedua pihak," kata Warlan kepada Republika, Senin (26/6).
Warlan berharap, setelah adanya pertemuan tersebut permasalahan seperti kriminilisasi ulama, tuduhan umat Islam anti pancasila, anti NKRI, dan radikalisme pada umat Islam bisa segera ditiadakan dan diselesaikan.
"Pak presiden di mohon bisa memberi jalan tengah dan ada solusi usai dialog itu," kata Warlan.
Bachtiar sendiri mengatakan bahwa dialog adalah kebutuhan bersama.
.me