Advertisement
BANJAR , Mejahijau.Net - Banjar Patroman, sebuah kota kecil yang terletak di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, dulu dikenal sebagai kota yang hidup siang dan malam. Selain menjadi jalur utama menuju kawasan wisata Pangandaran, Banjar juga sempat menjadi titik perputaran ekonomi yang dinamis. Aktivitas masyarakat tak pernah berhenti—dari pedagang kaki lima, penginapan, hingga hiburan malam yang ramai dikunjungi.
Pada masa itu, berbagai hotel dan losmen tumbuh di hampir setiap sudut kota. Kehidupan malam Banjar semarak, ditopang oleh geliat ekonomi masyarakat yang memanfaatkan posisi strategis kota ini sebagai tempat singgah para wisatawan dan pelintas antarprovinsi. Meski belum memiliki infrastruktur keamanan yang lengkap—kantor polisi kala itu hanya ada satu di bantu berupa pos jaga di pusat kota—Banjar tetap berjalan tertib dan aman.
Namun kini, suasana itu tinggal kenangan. Satu per satu hotel tutup karena sepi pengunjung, sebagian lainnya bertahan dengan kondisi memprihatinkan. Razia aparat terhadap hotel dan tempat kos semakin sering dilakukan. Ironisnya, banyak kos-kosan yang sebenarnya berada di tengah lingkungan warga dan memiliki pengelola resmi tetap ikut terdampak penertiban.
Warga menilai kebijakan tersebut kerap tidak disertai dengan solusi bagi pelaku usaha kecil di sektor akomodasi. “Dulu Banjar ramai, hidup, dan jadi tempat orang mencari rezeki. Sekarang banyak yang gulung tikar,” ujar Eman salah satu warga yang pernah mengelola losmen di kawasan kota lama.
Banjar Patroman kini berjuang menemukan identitas barunya. Kota perbatasan yang dulu menjadi denyut ekonomi kawasan selatan Jawa ini seolah kehilangan daya hidupnya. Masyarakat berharap ada kebijakan yang lebih berpihak pada pemulihan ekonomi lokal—agar Banjar tak hanya dikenal lewat masa jayanya di masa lalu, tetapi juga mampu bangkit kembali sebagai kota perbatasan yang hidup dan berdaya.(T)

