Advertisement
BANJAR ,MEJAHIJAU.NET --- Pemerintah Kota Banjar tengah mendorong pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) sebagai upaya meningkatkan kunjungan wisata dan memperkuat citra kota. Namun proses ini menuai kritik karena dianggap seperti “cerita Si Kabayan”—ramai dibicarakan, tetapi belum jelas apa yang sebenarnya ingin dijual kepada wisatawan.
Pembentukan BPPD secara prinsip merupakan langkah strategis. Lembaga ini diharapkan mampu menjadi motor penggerak promosi, kolaborasi, serta pemasaran destinasi Banjar di tingkat regional maupun nasional. Tetapi di lapangan, pertanyaan mendasar muncul: apa yang sudah dikemas pemerintah sebagai produk wisata unggulan?
Hingga kini, sejumlah pelaku wisata menilai pemerintah belum memiliki paket pariwisata yang matang. Sumber daya alam Kota Banjar memang terbatas, sehingga penguatan potensi lokal sangat bergantung pada kreativitas pengelolaan. Tanpa konten yang solid, promosi dikhawatirkan hanya menjadi kegiatan seremonial tanpa dampak nyata.
Beberapa potensi yang sebenarnya bisa dikembangkan antara lain wisata budaya, sejarah, jalur religi, serta penguatan event tahunan. Banjar memiliki kekayaan seni tradisi, jejak sejarah, serta ruang-ruang publik yang dapat diolah menjadi daya tarik. Namun semuanya membutuhkan perencanaan, kurasi, dan pembenahan sebelum siap dipromosikan.
Pengamat pariwisata lokal menilai bahwa pembentukan BPPD seharusnya diawali dengan identifikasi destinasi, pembuatan masterplan, dan penataan objek. Tanpa itu, lembaga baru hanya akan bekerja dalam ruang kosong. Pemerintah perlu memastikan bahwa produk wisata telah dikemas, memiliki nilai jual, dan siap dipasarkan.
Di sisi lain, kolaborasi dengan masyarakat, komunitas budaya, hingga pelaku UMKM harus diperkuat. Pariwisata tidak bisa berdiri sendiri; seluruh ekosistem harus berjalan selaras. Produk kuliner, kerajinan, hingga agenda budaya bisa menjadi bagian dari narasi besar wisata Kota Banjar.
BPPD Banjar memiliki potensi menjadi katalisator kebangkitan pariwisata daerah. Tetapi pekerjaan rumah pemerintah masih panjang: menghadirkan destinasi yang jelas, menarik, dan dapat bersaing. Tanpa itu, promosi hanya menjadi slogan, bukan solusi.
Masyarakat dan pelaku usaha kini menunggu langkah konkret. Banjar harus berani menentukan identitas wisata yang ingin ditonjolkan, mengemasnya dengan profesional, lalu baru memasuki tahap promosi. Sebab promosi tanpa produk hanyalah cerita yang belum selesai. (T)


