Advertisement
Ketua ICMI Jimly Asshiddique (ANTARA/Yudhi Mahatma) |
MEJAHIJAU.net, Jakarta - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dapat dijadikan rujukan dan dasar penindakan hukum, karena fatwa MUI bukanlah hukum positip.
Aparat penegak hukum, khususnya aparat kepolisian seharusnya tidak menjadikan fatwa MUI sebagai rujukan, karena akan timbul kekacauan hukum, sebab fatwa MUI bukanlah hukum positip.
Pandangan tersebut dikatakan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddique, terkait terbitnya Fatwa No 56 Tahun 2016 tanggal 14 Desember 2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Non Muslim Bagi Umat Islam.
Berdasar fatwa tersebut Polres Metro Bekasi dan Polres Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta menindaklanjuti dengan mengeluarkan lewat surat edaran di wilayah yuridiksinya.
"Polisi juga tidak usah menjadikan (fatwa MUI) rujukan. Ini kan bukan hukum positif, supaya tidak menjadi kacau," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu di Kantor ICMI Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa, 3 Januari 2017.
Surat edaran itu mengimbau agar pimpinan perusahaan menjamin hak beragama umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan-karyawati.
"Ini tidak usah dipertentangkan, tetapi dihormati. Walau kita tidak setuju, kan fatwa sudah keluar," tutur Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.
Akibat dikeluarkanya Surat Edaran tersebut, Kapolres Metro Bekasi dan Kapolres Kulonprogo ditegur keras oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Menurut Tito, fatwa yang dikeluarkan MUI itu sedianya menjadi rujukan kepolisian dari tingkat pusat hingga ke daerah untuk berkoordinasi, bukan serta-merta ditetapkan menjadi aturan di setiap daerah.
"Fatwa MUI bukan rujukan hukum positif, (tetapi) itu sifatnya koordinasi, bukan rujukan kemudian ditegakkan. Jadi, langkah-langkahnya koordinasi, bukan mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi produk hukum bagi semua pihak," kata Tito.
.tn