DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

04 February 2017, 14:07 WIB
Last Updated 2017-02-04T07:18:08Z
peristiwa

Pemindahan Makam Tan Malaka Simbol Tuntutan Kepahlawananya

Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Kediri - Prosesi pemindahan makam Ibrahim Datuk Tan Malaka dari lereng Gunung Wilis, di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kediri, Jawa Timur, ke tanah kelahiranya di Desa Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, hanyalah simbolisasi tuntutan kepada negara dan bangsa Indonesia untuk menghargai jasa kepahlawanan Tan Malaka.

Demikian dikatakan Ketua Penjemputan Jasad Ibrahim Datuk Tan Malaka, Habib Datuk Monti, sehubungan adanya protes dari masyarakat setempat dan warga Kediri pada pada  umumnya, sehingga pemindahan makam, diganti menjadi sekedar mengambil tanah dari makam Si 'Patjar Merah' tersebut. 

Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya Tan Malaka adalah seorang Pahlawan Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963.

"Pemindahan makam ini menjadi tidak penting, karena bagi kami yang terpenting adalah adanya penghargaan dari pemerintah dan negara, juga masyarakat, atas jasa-jasa kepahlawanan Tan Malak," ujar Habib Datuk Monti kepada Tempo, di Kediri, Sabtu 4 Februari 2017.

Menurut Monti, hampir semua proses kemerdekaan hingga terbentuknya Republik Indonesia, ada pengaruh Tan Malaka. Tan Malaka, tidak sekedar tokoh nasional, tetapi juga seorang tokoh dunia, yang gagasan dan pemikiranya dipelajari banyak sarjana,

"Tapi apa yang terjadi, jangankan pemikiranya, jangankan jasanya, jasadnya pun terbengkalai, tidak jelas perlakuan kita kepadanya, dan tidak ada perhatian dari pemerintah dan negara,"cetus Monti.


Diprotes Masyarakat Kediri

Kondisi inilah yang membuat para pecinta dan pelestari pemikiran Tan Malaka melakukan gerakan dan sosialisasi pejemputan jasad Tan Malaka, bersama-sama masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, terhitung sejak akhir tahun lalu.

Rupanya upaya itu mampu menyentil pemerintah, dan baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Sosial mengunjungi makam pendiri Partai PARI dan Partai Murba tersebut.

Namun demikian, rencana pemindahan jasad Tan Malaka oleh para pengagum dan keluarganya ke Sumatera Barat, mendapat protes masyarakat Kediri, Jawa Timur. Salah satunya, ditunjukan oleh sejumlah seniman setempat dengan menggelar aksi teatrikal di lereng Gunung Wilis, tempat Tan Malaka dimakamkan, beberapa waktu lalu, tepatnya pada, Rabu, 23 November 2016.

Di tempat sunyi yang jauh dari permukiman dan akses jalan desa, empat seniman yakni, Muksin Kota Al Florezy, Gayatri, Ratungga, dan Ike Miranti, mengekspresikan kesedihannya di pusara Tan Malaka. Di sela gerak tari dengan balutan busana merah, putih, dan hitam, Ike Miranti membacakan bait-bait puisi tentang Tan Malaka, dengan judul, “Tan, apa kabarmu di sana?".

Muksin, yang juga kreator pementasan itu, mengatakan aksi tersebut adalah ekspresi kegelisahan dan kesedihan mereka terhadap kondisi jasad Tan Malaka. Sebagai orang yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka tak mendapatkan penghargaan dari negara, sehingga jasadnya terkubur bertahun-tahun di pelosok desa tanpa perawatan yang layak.

Dia mengaku keberatan jika jasad tersebut akan dipindahkan ke Sumatera Barat. Alasannya, pemindahan akan memutus sejarah perjalanan Tan Malaka yang berakhir di Kediri. “Biarlah jasad ini berada di Kediri, seperti kematiannya. Namun sosok Tan Malaka milik bangsa Indonesia,” ujar mahasiswa asal Flores ini.


Rencana Prosesi

Habib Monti menegaskan prosesi penjemputan tetap dilaksanakan pada Selasa dan Rabu, 21 – 22 Februari 2017. Diawali dengan penyelenggaraan tahlil di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada Selasa malam, dan esoknya akan dilanjutkan prosesi adat di makam Desa Selopanggung. 

Sebelumnya Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan sempat menyampaikan sinyalemen untuk tak memaksakan melakukan pembongkaran makam. 

Mengingat adanya pro kontra dari masyarakat dan Pemerintah Kediri yang ingin mempertahankan makam Tan Malaka, maka sebagai gantinya, panitia hanya akan mengambil tanah makam pengarang buku 'Madilog' tersebut.

“Mungkin kami hanya akan mengambil tanahnya saja untuk melengkapi prosesi adat di Limapuluh Kota,” kata Monti, yang juga penggiat Tan Malaka Institute.

Sejak isu pemindahan makam Tan Malaka ditiuokan akhir tahun lalu, berbagai perbaikan dilakukan oleh pemerintah desa setempat bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Kediri. Jalan setapak menuju makam pun dibangun, karena sebelumnya jalan menuju makam nyaris tak bisa dilalui. 

"Kita berterimakasih kepada pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten Kediri, kini ada jalan berundak dari semen, sehingga memudahkan para peziarah yang datang untuk sekedar melihat makam sang pahlawan," kata Monti.

Karena itu dia berharap gerakan ini nanti akan mendorong pemerintah pusat mengembangkan kawasan Selopanggung menjadi wisata religi sekaligus pusat pembelajaran sejarah Tan Malaka. Sehingga perlahan-lahan kawasan minus di lereng Gunung Wilis ini akan tumbuh di sektor perekonomian warganya. 


.tn