DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

13 March 2017, 07:44 WIB
Last Updated 2017-03-13T00:44:05Z
ISU

Tidak Shalatkan Jenasah Muslim, Itu Biadab dan Tidak Islami

Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Menjadi kewajiban umat Islam untuk menshalatkan jenasah seorang muslim, dan adalah sebuah perbuatan yang biadab dan tidak Islami, jika mayat seorang muslim sampai tidak dishalatkan, apalagi hanya karena persoalan kontestasi politik.

Demikian disampaikan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif dan keputusan Bahtsul Masail Kiai Muda Gerakan Pemuda (GP) Anshor, Minggu 12 Mare 2017.

Syafii merasa prihatin dengan teror spanduk yang bertebaran di Jakarta yang mengancam tidak akan menshalatkan mayat muslim yang memilih pemimpin nonmuslim, hal ini terkait dengan Pilkada Jakarta dimana salah satu calon Gubenur adalah seorang nonmuslim yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Menurut Syafii, pemasangan spanduk-spanduk demikian adalah penyebaran teror, dan hal itu cara-cara biadab yang harus segera dihentikan.

"Itu adalah cara-cara biadab yang harus dihentikan," kata Buya saat berbicara di Metro TV, semalam, Minggu (12/3).

Buya meminta polisi bertindak tegas dengan menurunkan spanduk-spanduk tersebut, dan saat ini tidak tepat lagi menggunakan pendelatan persuasif, tegasnya.

Seperti diketahui, penolakan salat jenazah sempat dialami beberapa keluarga muslim yang dianggap pengurus mushlla atau mesjid sebagai pendukung Ahok-Djarot. 

Jenasah Hindun binti Raisan, 77, di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, terpaksa oleh keluarganya dishalatkan di rumah, Selasa (7/3), karena pengurus mushalla di lingkunganya menolak untuk menshaltkan, karena alasan ilihan politik.

Begitu juga jenasah Siti Rohbaniah, 80, warga Pondok Pinang, Jakarta Selatan, yang wafat pada Rabu (8/3), terlantar selama satu jam lebih karena pengurus mushalla setempat tidak bersedia menshalatkan mayat almarhumah, juga dengan alasan yang sama, karena keluarga almarhumah diketahui warga sebagai pendukung Ahok-Djarot. 

Jenasah Siti Rohbaniah baru dishalatkan, setelah Yoyo Sudaryo, mewakili keluarga almarhumah menandatangani surat pernyataan yang disodorlan Ketua RT setempat, untuk memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.


Boleh Memilih Pemimpin Non Muslim


Sementara itu Bahtsul Masail Kiai muda yang melakukan pertemuan di Kantor PP GP Anshor, Jakarta, 11-12 Maret 2017 yang membahas soal Kepemimpinan Nonmuslim di Indonesia menyatakan seorang muslim diperbolehkan memilh pemimpin nonmuslim dalam bingkai NKRI dan berdasarkan konstitusi.

“Terpilihnya nonmuslim di dalam kontestasi politik, berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang nonmuslim terpilih sebagai kepala daerah. Dengan demikian, keterpilihannya untuk mengemban amanah  kenegaraan adalah juga sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama,” kata KH Najib Bukhori, menyampaikan hasil Bahtsul Masail mewakili 100 Kiai muda dari berbagai pondok pesantren di Indonesia, kepada wartawan di kantor PP GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Minggu (12/3).

Hasil keputusan tersebut, kata Najib, akan disosialisasikan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Melalui Bahtsul Masail Kiai Muda ini, GP Ansor menghimbau kepada umat Islam di Indonesia untuk meredakan ketegangan pada setiap kontestasi politik karena hal tersebut dapat berpotensi memecah belah umat Islam.

Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas yang hadir dalam acara tersebut menyatakan keprihatinanya atas timbulnya sikap intoleransi, bahkan di kalangan sesama muslim, akibat dari kontestasi politik di Jakarta yang makin tidak terkontrol dan cenderung ganas.

"Hal ini bukan tidak mungkin akan menyebar ke daerah lain," kata Yaqut. 

Yaqut juga menilai, kecendurungan intoleransi sesama umat Islam semakin terang-terangan, yang itu tergambarkan pada spanduk-spanduk di sejumlah masjid yang tidak menerima pengurusan keagamaan jenasah muslim bagi pemilih dan pendukung pemimpin nonmuslim.

KH Abdul Ghofur Maemun Zubair, salah seorang perumus hasil pertemuan tersebut menilai, fenomena penolakan menshalatkan jenasah muslim karena pilihan politik, menurutnya hal itu adalah skap yang tidak Islam dan tidak yang terjadi akhir-akhir ini di mana muncul pandangan sebagian kelompok untuk tidak mensalatkan jenazah lawan politik, hakl tersebut justru merupakan cerminan sikap yang tidak Islami dan tidak Indonesianis.


.me