DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar

DCS ( Daftar Calon Sementara ) anggota DPRD Kota banjar
KPU Kota Banjar

14 March 2017, 15:55 WIB
Last Updated 2017-03-14T08:55:55Z
HAKIM

Tuduhan Penodaan Agama ke Ahok Tidak Memenuhi Unsur

Advertisement
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saat memasuku ruang persidangan pada sidang ke14 kasus penodaan agama yang didakwakan kepadanya di gedung auditorium Kementan Jakarta Selatan, Selasa 14 Maret 2017. (Foto: Ist).
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai dasar pelaporan delik penodaan agama yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, adalah bukti yang tidak sempurna. 

Dan karena Fatwa MUI tersebut sebagai bukti sifatnya tidak sempurna maka dakwaan kepada Ahok telah melakukan penodaan agama dengan sendirinya tidak memenuhi unsur.

Demikian pendapat ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M. Hum, dalam kesaksian sebagai saksi ahli dalam persidangan ke-14 kasus penodaan agama di gedung auditorim Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa 14 Maret 2017.

Edward yang mengaku telah dua kali di-BAP, yaitu sebelum dan sesudah gelar perkara dilakukan mengatakan pendapatnya juga sama dengan dua ahli yang lain yang juga menyatakan bahwa dakwaan kepada Ahok tidak memenuhi unsur.

“Saya tegas mengatakan tidak memenuhi unsur (tindak pidana). Dua saksi ahli lainnya juga berpendapat demikian,” ucap Edward.

Edward berargumentasi, fatwa MUI yang menjadi dasar pelaporan bukanlah bukti yang sempurna, karena untuk melihat niat secara keseluruhan, karena tindakan yang dilakukan Ahok adalah berupa perkataan atau ucapan, maka diperlukan kesaksian ahli bahasa, agama dan ahli yang dapat membaca bahasa tubuh.

“Sebagai bukti, Fatwa MUI Itu (barulah) merupakan bukti awal, namun bukan satu-satunya bukti, apalagi bukti yang sempurna. Harus ada ahli bahasa dan agama, bukan hanya tekstual tapi kontekstual. Diperlukan juga ahli gestur yang bisa baca mimik orang. Apakah ada kebencian saat mengatakan,” paparnya.

Kepada majelis hakim, Edward juga mengingatkan, dalam menjalankan hukum pembuktian dalam perkara ini, majelis hakim selain perlu mengeksplorasi, juga perlu mempelajari latar belakang dan kuhidupan terdakwa sehari-hari.

“Terdakwa, kan, pejabat publik, jadi bisa dilihat apa pernah melakukan sebelumnya,” jelas Edward. 

Sementara itu, saksi mantan sopir pribadi Ahok ketika menjabat sebagai Bupati Bangka Belitung Timur pada tahun 2007, Suyanto, dalam persidangan menceritakan kalau Ahok adalah pribadi yang humanis dan menghragai oang lain, seperti terhadap dirinya, meskipun hanya seorang sopir.

Suyanto menceritakan, Ahok sering mengingatkanya untuk menjalankan sholat Jumat, dan sementara dirinya sholat, Ahok menunggunya di dalam mobil.

"Pak Basuki bilang waktu itu, 'sudah kamu salat dulu, saya tunggu di mobil'," ungkapnya ketika memberikan kesaksian di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (14/3).

Ahok, kata Suyanto, juga pernah tidur sekamar dengan dirinya, karena sebagai sopir, Suyanto kerap juga menginap di rumah Ahok.

"Kami tidurnya sekamar. Anak saya juga temanan sama anak Pak Basuki," ujarnya membuat tertawa peserta sidang.


.me