Advertisement
BANJAR ,Mejahijau.Net -- Kinerja kejaksaan di daerah kembali mendapat sorotan publik. Presiden Prabowo Subianto dalam sebuah acara bersama Jaksa Agung menegaskan pentingnya nurani dalam penegakan hukum. Ia mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak menyalahgunakan kewenangan dan tidak mencari-cari kesalahan masyarakat kecil yang kehidupannya sudah berat.
“Penegakan hukum harus berlandaskan nurani, bukan kekuasaan,” pesan Prabowo.
Sejalan dengan arahan Presiden, Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya telah menegaskan akan menindak tegas aparat kejaksaan yang gagal mengungkap kasus korupsi di wilayahnya. Ia menilai ketiadaan perkara korupsi di daerah rawan bisa menjadi indikator lemahnya kinerja atau adanya pembiaran.
“Nanti mana kejari yang tidak ada perkaranya korupsi, padahal kita tahu perkara korupsi di situ ada, saya akan tindak. Setidak-tidaknya saya akan mutasi,” tegas Burhanuddin.
Sorotan terhadap kinerja kejaksaan di daerah menguat seiring perkembangan sidang kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar. Kasus ini menyeret eks Ketua DPRD Banjar, Dadang R. Kalayubi, dan Sekretaris Dewan Kota Banjar, Rachmawati.
Dalam sidang 15 Oktober 2025, saksi ahli Dr. Somawijaya, S.H., M.H., menyoroti upaya Jaksa Penuntut Umum Kejari Kota Banjar yang menegakkan asas fiksi hukum, yakni anggapan bahwa setiap pejabat dianggap mengetahui semua peraturan yang berlaku. Somawijaya menegaskan asas tersebut tidak bisa meniadakan unsur mens rea atau niat jahat.
“Jika tidak ada unsur niat atau kelalaian, maka perbuatan tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana,” jelas Somawijaya.
Ia menambahkan, pelaksanaan peraturan yang sah secara hukum tidak dapat dijadikan dasar pidana. “Kalau aturan itu dibuat dan berlaku secara sah, maka pelaksanaannya tidak melawan hukum. Kalaupun menimbulkan kerugian administratif, penyelesaiannya harus lewat mekanisme administrasi, bukan pidana,” ujarnya.
Kasus korupsi tunjangan DPRD Banjar yang telah bergulir sejak Juli 2025 ini telah menghadirkan lebih dari 15 saksi dari pihak jaksa. Kedua terdakwa saat ini masih ditahan di Rutan Sukamiskin sejak April 2025 sambil menunggu kepastian hukum.
Perkara ini menjadi ujian penting bagi konsistensi penegakan hukum di daerah, sekaligus cerminan sejauh mana arahan Presiden dan Jaksa Agung benar-benar dijalankan di lapangan.(T)

