Tito Santiko
06 November 2025, 00:00 WIB
Last Updated 2025-11-05T17:00:46Z

Pengelolaan Tanah Bengkok Tanpa Perdes Dinilai Berpotensi Langgar Aturan

Advertisement

 


BANJAR , MEJAHIJAU.NET -- Pengelolaan hasil tanah bengkok di tingkat desa kembali menjadi perhatian publik. Praktik pembagian uang hasil tanah bengkok kepada perangkat desa tanpa dasar hukum yang jelas dinilai berpotensi melanggar regulasi dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang.

Tanah bengkok merupakan aset desa yang secara tradisional diperuntukkan sebagai tunjangan bagi perangkat desa. Namun, mekanisme pemanfaatan dan distribusi hasilnya kini wajib menaati ketentuan perundang-undangan, termasuk melalui Peraturan Desa (Perdes). Tanpa adanya Perdes yang secara tegas mengatur pengelolaan aset tersebut, distribusi hasil tanah bengkok berisiko dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel.

Pakar tata kelola desa menilai, pembagian uang hasil tanah bengkok yang dilakukan tanpa Perdes dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak sesuai prosedur. Bahkan, jika terdapat unsur kesengajaan untuk kepentingan pihak tertentu, tindakan tersebut dapat masuk dalam ranah penyalahgunaan wewenang.

Dalam ketentuan hukum Indonesia, penyalahgunaan wewenang adalah tindakan pejabat yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, serta merugikan kepentingan umum. Praktik seperti ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum serius. Pelanggaran dapat dilaporkan kepada aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ombudsman Republik Indonesia juga menjadi salah satu lembaga yang dapat menindaklanjuti laporan terkait maladministrasi di lingkungan pemerintahan desa.

Agar tata kelola Pemerintah Desa berjalan sesuai aturan, pembentukan Perdes tentang pengelolaan tanah bengkok menjadi langkah krusial. Perdes tersebut berfungsi mengatur mekanisme pemanfaatan, transparansi penggunaan hasil, serta pertanggungjawaban administrasi. Dengan adanya regulasi desa yang jelas, setiap transaksi dan pembagian hasil dapat diaudit, serta dipastikan berjalan sesuai ketentuan hukum.

Penerapan aturan yang jelas tidak hanya melindungi perangkat desa dari potensi jerat hukum, tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi pondasi penting dalam mencegah praktik korupsi serta meningkatkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan berintegritas.(T)